Ushul Isyrin (20 Prinsip Dasar Islam)
20 Prinsip Dasar Islam
Ushul Isyrin
(20 Prinsip
Dasar Islam)
1. Islam
adalah system yang menyeluruh, menyentuh seluruh aspek kehidupan. Ia adalah
Negara dan tanah air, pemerintahan dan umat. Akhlaq dan kekuatan, kasih saying
dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu
dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan,
jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang
lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
2. Al-qur’an
yang mulia dan sunah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk
memahami hukum-hukum islam. Ia harus memahami Al-Qur’an sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab, tanpa takalluf
(memaksakan diri dan akal) dan ta’assuf
(serampangan/sembarangan). Selanjutnya ia memahami sunah yang suci melalui rijalul hadits (periwayat hadits) yang
terpercaya.
3. Iman yang
tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah (kesungguhan beribadah) adalah cahaya
dan kenikmatan yang ditanamkan Allah ke dalam hati hamba-Nya yang Dia
kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan rahasia alam, dan
mimpi bukanlah bagian dari hokum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai
dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hokum-hukum agama dan
teks-teksnya.
4. Jimat,
mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan
semisalnya merupakan sebuah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali
bacaan-bacaan yang dari ayat Al-Qur’an atau ada riwayat dari Nabi SAW.
5. Pendapat
imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang
sesuatu yang mengandung beragam penafsiran, dan tentang sesuatu yang membawa
kemashlahatan (kebaikan) umum, bias diamalkan sepanjang tidak bertentangan
dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan
kondisi, situasi, dan tradisi setempat. Yang paling prinsip, ibadah itu
diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam
urusan selain ibadah (adat istiadat) maka harus mempertimbangkan maksud dan
tujuannya.
6. Setiap
orang boleh diambil atau ditolak pendapatnya, kecuali Nabi SAW. Setiap yang datang
dari kalangan salaf dan sesuai dengan kitab dan sunah, kita terima. Jika tidak
sesuai dengannya, maka kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya lebih utama untuk
diikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang yang
kita berbeda pendapat dengannya, kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan
saja kepada niat mereka, dan biarlah mereka dengan amal-amalnya.
Semangat Keislaman 5 Pemain Sepak bola dunia
7. Setiap
muslim yang belum mencapai kemampuan menelaah terhadap dalil-dalil hokum furu’
(cabang agama), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah
baiknya bersamaan dengan sikap mengikutinya ini, ia berusaha semampu yang ia
lakukan untuk mempelajari dalil-dalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan
yang disertai dalil, selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi
masukan itu. Hendaknya juga ia menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu
pengetahuan, jika ia termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat
penelaah.
8. Khilaf
dalam masalah fiqih furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi factor pemecah belah
agama, tidak menyebabkan permusuhan, dan tidak menyebabkan kebencian. Setiap
Mujtahid mendapatkan pahalanya. Sementara itu, tidak ada larangan melakukan
studi ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah (yang diperselisihkan)
itu, dalam naungan kasih saying dan saling membantu karena Allah untuk menuju
kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatic.
9. Setiap
masalah yang amal tidak dibangun di atasnya, sehingga menimbulkan perbincangan
yang tidak perlu, adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya
memperbincangkan masalah yang tidak benar-benar terjadi, atau mengenai makna
ayat-ayat Al-Qur’an yang kandungan maknanya tidak difahami oleh akal pikiran,
atau masalah perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi di antara
para sahabat Nabi SAW, padahal masing-masing memiliki keutamaan sebagai sahabat
Nabi SAW dan pahala niatnya. Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku sahabat),
kita terlepas dari persoalan.
10. Ma’rifah
kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian Dzat-Nya adalah setinggi-tinggi
tingkatan aqidah islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat dan hadits-hadits shahih
tentangnya, serta berbagai keterangan mutasyabihat
(yang tidak ada penjelasannya) yang berhubungan dengannya, kita cukup
mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta’wil dan ta’thil, tidak juga
memperuncing perbedaan yang terjadi di antara para ulama. Kita mencukupkan diri
dengan keterangan yang ada, sebagaimana Nabi SAW, dan para sahabatnya
mencukupkan diri dengannya.
Karel Abraham Pembalap Muslim GP 2017
11. Setiap
bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh
hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan
yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan sarana yang sebaik
baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.
12.
Perbedaan pendapat dalam masalah bid’ah idhafiyah, bid’ah tarkiyah, dan iltizam
terhadap ibadah mutlaqah, adalah perbedaan dalam masalah fiqih. Setiap orang
mempunyai pendapat sendiri. Namun tidak mengapa jika dilakukan penelitian untuk
mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan bukti-bukti.
13. Cinta
kepada orang-orang shaleh, memberikan penghormatan kepada mereka, dan memujinya
karena perilaku baiknya adalah bagian dari taqarub kepada Allah swt. Sedangkan
para wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya :”Yaitu orang-orang yang beriman dan bertaqwa.” Karamah pada mereka
itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar’inya. Itu semua dengan suatu
keyakinan bahwa mereka tidak memiliki madharat dan manfaat bagi dirinya, baik
ketika masih hidup maupun setelah mati, apalagi terhadap orang lain.
14. Ziarah
kubur, kubur siapapun, adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara yang
diajarkan oleh Rasul SAW. Akan tetapi meminta pertolongan kepada penghuni
kubur, siapapun mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat, baik dari
jarak dekat maupun kejauhan, bernadzar untuknya, membangun kuburnya,
menutupinya dengan satir, memberikan penerangan, mengusapnya untuk mendapatkan
berkah, bersumpah dengan selain Allah, dan segala sesuatu yang serupa dengannya
adalah bid’ah besar yang wajib diperangi. Jangan pula mencari pembenaran
terhadap berbagai perilaku itu, demi menutup fitnah yang lebih parah lagi.
Manfaat Membaca Al-Qur'an Bagi Kesehatan Mata & Otak
15. Doa
apabila diiringi dengan tawasul kepada Allah dengan salah satu mahluk-Nya
adalah perselisihan furu’ menyangkut tata cara berdoa, bukan termasuk masalah
aqidah.
16. Istilah
keliru yang sudah mentradisi tidak akan mengubah hakekat hokum syar’inya. Akan
tetapi ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu dan kita
berpatokan dengannya. Di samping itu, kita harus berhati-hati terhadap istilah
yang menipu, yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama.
Ibrah itu ada pada esensi di balik suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.
17. Aqidah
adalah pondasi segala aktivitas, dan aktivitas hati lebih penting dari
aktivitas fisik. Namun usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan merupakan
tuntutan syariat, meskipun kadar masing-masingnya berbeda.
18. Islam
itu membebaskan akal pikiran, menghimbaunya untuk melakukan telaah terhadap
alam, mengangkat derajat ilmu dan ulamanya sekaligus, serta menyambut hadirnya
segala sesuatu yang melahirkan mashlahat dan manfaat.”Hikmah adalah barang hilang milik orang beriman. Barangsiapa yang
mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya.”
19. Pandangan
syar’I dan pandangan logika memiliki wilayah masing-masing yang tidak dapat
saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda
dalam masalah yang qath’i. Hakekat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan
dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabit. Sesuatu yang zhanni harus ditafsirkan
sesuai dengan yang qath’i. Jika yang
berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanni, maka pandangan syar’I lebih
utama untuk diikuti, sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya atau
gugur sama sekali.
20. Kita
tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat,
mengamalkan kandungannya, dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik karena
lontaran pendapat maupun karena kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan
kata-kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian penting
dari agama, mendustakan Al-Qur’an secara terang-terangan, menafsirkannya dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu
yang tidak mungkin ditafsirkan kecuali dengan tindakan kufur.
Cerpen Islami : Hidayah untuk sahabat
Bolano, Ahad, 29 Oktober 2017/9 Safar 1439 H Pkl.03.49 Dini hari
Khadim Al-Qur'an wa As-Sunnah
Aswin Ahdir Bolano
Posting Komentar untuk "Ushul Isyrin (20 Prinsip Dasar Islam)"