Kitab Thaharah Bab Air dalam Bulughul Maram
Kitab
Thaharah
Bab Air
(Kitab
Bulughul Maram)
1. Sucinya air laut dan halalnya bangkai ikan
1. “Dari Abu
Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda mengenai laut: “Laut itu
airnya suci, dan halal bangkai hewannya”. Diriwayatkan oleh al-Arba’ah
(An-Nasa’I, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah), Ibnu Abi Syaibah dan redaksi
ini adalah miliknya, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Imam Tirmidzi.
Diriwayatkan pula oleh Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad.
Hukum dan
hikmah hadits :
1) Hukum
utama yang menjadi tema dalam hadits ini adalah bolehnya menggunakan air laut
untuk bersuci, baik untuk beristinja, berwudhu, mandi junub, atau pun
membersihkan najis lainnya dari badan. Hal ini merupakan sebuah kemudahan dari
Allah swt. untuk umat islam yang berprofesi sebagai nelayan, atau pun umat
islam yang hidup di kawasan pantai.
2) Hukum
kedua dalam hadits ini adalah bolehnya memakan segala jenis ikan di laut, baik
yang ditangkap dalam keadaan hidup, atau pun yang ditemukan dalam keadaan mati,
selama masih layak untuk dikonsumsi.
3) Salah
satu hikmah dalam hadits ini adalah bahwa umat islam tidak memiliki alasan lagi
untuk tidak menunaikan ibadah-ibadah wajib khususnya shalat 5 waktu, hal ini
karena sangat banyak kemudahan yang telah Allah swt. berikan melalui
syariat-Nya, yang salah satunya adalah bolehnya bersuci dengan air laut.
2. Hukum
asal air yang tertampung pada sumur adalah suci
2. “Dari Abu
Sa’id al-Khudri r.a, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Sesungguhnya air
yang terdapat pada sumur itu hukumnya suci, tidak dinajisi oleh sesuatu pun”.
Diriwayatkan oleh al-Tsalasah (Abu Dawud, an-Nasa’I, dan Tirmidzi), dishahihkan
oleh Imam Ahmad.
Hukum dan
hikmah hadits :
1)
Dibolehkan menggunakan air dari sumur tradisional untuk bersuci. Sumur
tradisional yaitu sumur yang berbentuk galian tanah dengan kedalaman tertentu
yang mencapai mata air. Meskipun terkadang warnanya keruh, terdapat hewan atau
serangga yang jatuh dan mati di dalamnya, dan sebagainya. Dengan catatan bahwa
ia harus dibuang sebagian airnya agar muncul air baru yang lebih bersih, jika
di dalamnya terdapat hewan atau serangga yang mati.
2) Demikian
pula dengan saluran irigasi yang mengalir dan terdapat di sekitar pemukiman
penduduk, jika ia diyakini masih bersih dan terhindar dari cemaran benda-benda
najis dalam jumlah yang besar, maka airnya tetap boleh digunakan untuk bersuci.
3)Hadits ini
menjadi dasar pula bolehnya berwudhu menggunakan air yang telah tertampung
dalam bak beton di dalam kamar mandi atau pun wc, selama kita masih yakin bahwa
air tersebut belum terkena najis dalam jumlah yang besar. Meskipun kita temukan
rasa dan bau detergen atau sabun dalam jumlah yang sedikit pada air tersebut.
3. Air yang
telah berubah warna, rasa, dan baunya karena najis sebaiknya dihindari ketika
akan bersuci
3.“Dari Abu Umamah al-Bahili r.a, ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda:”Sesungguhnya air itu tidak terkena najis dengan
sesuatu pun, kecuali jika telah berubah baunya, rasanya, dan warnanya”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, didha’ifkan oleh Abu Hatim.
4. Dalam
riwayat Imam al-Baihaqi:”Hukum Air itu suci, kecuali jika telah berubah bau,
rasa, dan warnanya, yang disebabkan oleh najis yang jatuh ke dalamnya”.
Hukum dan
hikmah hadits:
Imam
ad-Daruquthni berkata bahwa kedua hadits di atas tidaklah kuat. Imam an-Nawawi
berkata:”Ulama-ulama hadits sepakat atas kelemahannya”. Namun demikian,
Meskipun dalam periwayatannya mengandung kelemahan, namun para ulama sepakat
atas keshahihan makna yang dikandungnya, yaitu berubahnya hukum air menjadi air
najis jika di dalamnya terjatuhi oleh benda-benda najis.
4. Air 2
qullah penjelasan dan status hukumnya
5. “Dari
Abdullah bin Umar r.anhuma, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Jika air
telah mencapai ukuran 2 qullah, maka tidak akan pernah mengandung kotoran”.
Dalam riwayat lain:”Tidak akan pernah berubah karena najis”. Diriwayatkan oleh
al-Arba’ah (Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah), dishahihkan oleh
Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, dan Ibnu Hibban.
Hukum dan
hikmah hadits:
Ukuran 2
qullah jika tempatnya persegi panjang, maka panjangnya 1 ¼ hasta, lebarnya 1 ¼ hasta,
dan dalamnya 1 ¼ hasta. Jika tempatnya budar, maka diameternya 1 hasta,
dalamnya 2 ¼ hasta, dan kelilingnya 3 1/7 hasta. Disebutkan dalam catatan kaki
Kitab Fiqih Islam karya H.Sulaiman Rasjid.
5. Hukum buang
air kecil dalam air yang tidak mengalir, kemudian mandi junub di dalamnya
6. “Dari Abu
Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:”Janganlah salah seorang di
antara kalian mandi pada air yang tidak mengalir, sedang ia dalam kedaan
junub”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
7. Dalam
riwayat al-Bukhari:”Janganlah salah seorang di antara kalian buang air kecil
pada air yang diam tidak mengalir, kemudian ia mandi di dalamnya”.
8. “Dalam
riwayat muslim disebutkan seperti hadits di atas (no.7), dalam riwayat Abu
Dawud:”Dan janganlah mandi di dalamnya dalam keadaan junub “.
Hukum dan hikmah hadits :
1) Ketiga
hadits di atas, adalah hadits yang saling berkaitan satu sama lain, adapun
hukum yang menjadi inti pembahasannya adalah:
a) larangan
mandi junub pada air yang tidak mengalir;
b) Larangan
buang air kecil pada air yang tidak mengalir, lalu mandi di dalamnya, baik itu
mandi seperti biasa, ataupun mandi junub.
8. Hukum
mandi bersama istri
9. “Dari
seorang sahabat Nabi saw., ia berkata:”Rasulullah saw. melarang seorang
perempuan mandi dengan air sisa yang habis dipakai mandi oleh laki-laki, atau
pun seorang laki-laki mandi dengan sisa air yang dipakai mandi oleh perempuan.
Akan tetapi hendaklah mereka mandi bersama”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
an-Nasa’i, sanadnya shahih.
10.”Dari
Ibnu Abbas r.anhuma, bahwa Nabi saw. pernah mandi dengan sisa air yang
digunakan oleh Maimunah r.anha”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
11. Dalam
riwayat yang disampaikan oleh ashabu as-Sunan (Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i,
dan Ibnu Majah):”Salah seorang istri Nabi saw. mandi menggunakan sebuah wadah
dan beberapa saat kemudian beliau saw. datang dan mandi dari sisa air tersebut.
Istri beliau saw. berkata:”Aku sedang mandi junub”. Beliau saw.
bersabda:”Sesungguhnya air itu tidaklah junub”. Dishahihkan oleh Tirmidzi dan
Ibnu Khuzaimah.
Hukum dan
hikmah hadits:
1) Secara
sepintas hadits-hadits di atas terlihat bertentangan, dimana ada yang
membolehkan mandi dengan sisa air yang digunakan istri atu pun suami. dan ada
juga yang melarangnya.
Para ulama hadits menyimpulkan dari kedua
hadits tersebut bahwa tidak dibolehkan mandi dengan sisa air yang telah
digunakan istri/suami jika air tersebut jumlahnya tinggal sedikit dan tidak
cukup untuk mandi. Tetapi jika jumlahnya masih sangat banyak dan cukup untuk
mandi, maka dibolehkan menggunakannya.
2) Salah
satu cara yang digunakan oleh Nabi saw. dalam membangun suasana cinta, saling
percaya, kenyamanan dan keterbukaan dalam rumah tangga adalah dengan mandi
bersama. Hal ini mengajarkan kepada setiap suami agar menjalin hubungan dengan
pasangannya sebagaimana nabi saw. menjalin hubungan dan kedekatan dengan
istrinya dimulai dari hal-hal yang dianggap sepele, misalnya mandi bersama,
sepiring berdua, segelas bersama, dan lain-lain.
9. Jilatan
anjing dan cara membersihkannya
12. “Dari
Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda:”Bersihkanlah wadah salah seorang di
antara kalian jika dijilati oleh anjing dengan tujuh kali basuhan, salah satu
basuhannya dengan bercampur tanah”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam
riwayat lain:”Hendaklah ia menggosoknya dengan daun”. Dalam riwayat Tirmidzi:”Dengan
basuhan lainnya atau salah satunya”.
Hukum dan
hikmah hadits:
Tata cara
pembersihan jilatan anjing dalam hadits di atas adalah dengan membasuhnya
sebanyak tujuh kali, dan salah satunya dengan mencampurkan tanah, atau
menggosoknya dengan dedaunan. Pada zaman modern ini, fungsi dan hukum tanah
serta daun yang ada dalam hadits di atas telah dicukupi dengan adanya sabun cuci
kemasan dan sikat pakaian. Dengan demikian, penggunaan tanah dan daun telah
dapat digantikan dengan kedua benda tersebut. Namun demikian, jumlah basuhan
yang dilakukan sebaiknya tidak dikurangi, bahkan semakin baik jika dilebihkan
untuk memastikan kebersihannya.
10. Kucing
dalam pandangan islam
13. “Dari
Abu Qatadah r.a, bahwa Rasulullah saw. bersabda mengenai kucing:”Sesungguhnya
ia bukanlah hewan yang najis, ia hanyalah seekor hewan yang hidup berkeliaran
di sekitar kalian”. Diriwayatkan oleh al-Arba’ah (Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i,
dan Ibnu Majah), dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah.
Hukum dan
hikmah hadits:
Hadits ini menjelaskan secara
tersirat bahwa tidak sebagaimana anjing yang dimulutnya terdapat najis, kucing
tidak memiliki najis dalam jilatan atau pun badannya. Namun demikian, kotoran
dan kencing dari kucing tetaplah dihukumi najis, yang harus dibersihkan jika
mengenai pakaian maupun tempat ibadah.
11. Cara
Membersihkan najis dari tempat ibadah
14. “Dari
Anas bin Malik r.a, ia berkata:”Seorang arab badui datang dan buang air kecil
pada salah satu sudut mesjid, orang-orang pun hendak mengusirnya namun nabi
saw. mencegah mereka. Setelah orang tersebut selesai dari hajatnya, Nabi saw.
memerintahkan untuk mengambil seember air, lalu menyiramkannya ke tempat
tersebut”. Muttafaq ‘Alaihi (al-Bukhari dan Muslim).
12. Derajat
hadits tentang Bangkai dan darah yang halal
15. “Dari
Ibnu Umar r.a Rasulullah saw. bersabda:”Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai
dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai yaitu bangkai belalang dan ikan,
sedangkan dua jenis darah yaitu limpa dan hati”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
dan di dalamnya terdapat kelemahan.
Kelemahan hadits ini adalah pada seorang
periwayat yang bernama Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, ia adalah periwayat yang
dihukumi munkarul hadits (periwayat hadits-hadits yang munkar) oleh para
ulama hadits.
13. Pada
sayap lalat terdapat penyakit dan obatnya
16. Dari Abu
Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda:”Jika seekor lalat terjatuh dalam
minuman salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia menenggelamkannya
lalu mengangkatnya. Karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat
penyakit, dan pada sayap yang lainnya terdapat obat”. Diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Abu Dawud. Dalam riwayat Abu Dawud terdapat tambahan kalimat:”Sesungguhnya
Nabi saw. hanya takut pada salah satu sayapnya yang berpenyakit”.
14. Larangan
memotong bagian tubuh hewan yang masih hidup
17. Dari Abu
Waqid al-Laitsi r.a, Nabi saw. bersabda:”Bagian tubuh hewan yang dipotong dari
hewan yang masih hidup adalah bangkai”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi.
Imam at-Tirmidzi menghasankannya, redaksi ini adalah miliknya.
****
Bolano, 27 Februari 2019/22 Jumadil Akhir 1440 H Pkl.02.18 Dini Hari WITA
Khadim Alquran wa a-Sunnah
Aswin Ahdir Bolano
Posting Komentar untuk "Kitab Thaharah Bab Air dalam Bulughul Maram"